Ketika gebetan marah, lalu mendiamkan dan menganggapmu seolah tidak ada, dia sedang melakukan silent treatment terhadapmu.
Aksi diam ini bukan cuma terjadi di antara pasangan kekasih, melainkan juga bisa dilakukan oleh sahabat, rekan kerja, pasangan suami istri, keluarga, bahkan orang tua kepada anaknya.
Sikap apa yang ditunjukkan pelaku silent treatment?
Kalau masih belum yakin pernah mengalaminya atau tidak, baca dulu beberapa sikap yang mencirikan perlakuan ini.
Contoh sikap silent treatment:
- Tiba-tiba berhenti berdebat dan menjauh
- Memalingkan muka atau menghindari kontak mata
- Tidak merespons saat diajak bicara
- Diam seribu bahasa
- Menolak komunikasi dalam bentuk apa pun
- Mengabaikan dan sama sekali tidak peduli
Kenapa seseorang melakukan silent treatment?
Alasan atau penyebab silent treatment
Pada umumnya, seseorang melakukan aksi ini karena marah atau kecewa. Kemudian, dia ingin menunjukkan emosi itu secara tidak langsung.
Orang dengan kepribadian pasif biasanya melakukan silent treatment untuk menghindari konfrontasi. Sementara itu, orang yang berkepribadian agresif cenderung ingin mengontrol si target, “menghukum”, membuatnya merasa bersalah, atau balas dendam.
Meskipun begitu, bisa jadi pelaku tidak menyadari dampak yang dirasakan oleh targetnya. Apa saja dampak atau bahaya akibat silent treatment?
Dampak buruk dan bahaya silent treatment:
1. Memberikan rasa sakit
Ketika kita diabaikan atau dikucilkan, akan ada bagian otak kita yang aktif (Anterior Cingulate Cortex), sama seperti saat kita mengalami sakit fisik. Pada anak-anak, hal ini bisa menghambat mereka untuk mencapai tumbuh kembang optimal.
2. Tidak menyelesaikan masalah
Silent treatment tidak efektif untuk menghentikan konflik. Kedua pihak bisa jadi saling menyalahkan, tetapi tidak mengutarakannya.
3. Bisa membahayakan pelaku
Untuk dapat melakukan silent treatment, mau tidak mau pelaku terus mempertahankan perasaan marah atau kecewanya. Emosi negatif yang terlalu lama dipelihara dapat menganggu keseimbangan hormon dan meningkatkan risiko penyakit, seperti jantung dan kanker.
4. Memicu masalah mental
Korban atau target yang menerima silent treatment dapat merasakan kebingungan, ketakutan, kecemasan, merasa rendah diri, tidak berharga, dan tidak dicintai. Jika perlakuan itu berulang atau terjadi dalam waktu yang lama, korban bisa stres, bahkan depresi.
5. Menghancurkan relasi
Silent treatment merenggangkan intimasi, merusak rasa percaya, hingga menimbulkan trauma untuk melanjutkan hubungan. Tak hanya itu, orang-orang sekitar dapat turut merasakan energi negatif dari relasi tak sehat ini. Mungkin saja mereka jadi khawatir akan menerima perlakuan yang sama.
6. Menjadi tanda hubungan toksik
Pertama, hubungan yang toksik terjadi jika pelaku menggunakan silent treatment sebagai senjata untuk mengontrol dan memanipulasi target. Dia akan membuat targetnya melakukan segala cara untuk berdamai.
Kedua, pelaku melakukan silent treatment untuk menyakiti orang yang terlibat konflik dengannya. Dalam hal ini, silent treatment jelas merupakan sebuah tindak kekerasan, yaitu kekerasan emosional.
Setelah memahami arti silent treatment beserta alasan dan bahayanya, kita bisa menilai bahwa perlakuan ini bukan “ngambek” biasa, melainkan berpotensi menciptakan toxic relationship.
Artikel menarik lainnya:
- Ini 8 Cara Mencatat Pengeluaran Rumah Tangga Secara Tepat
- 5 Manfaat Mencatat Pengeluaran Pribadi Secara Tepat
- CGV Indonesia Rayakan Hari Anak Nasional dengan Inisiatif CSR di 10 Kota
- Mengenal Bakteri Pylori: Penyebab Utama Gangguan Lambung
- Mengenal Flu Singapura: Gejala, Penyebab, dan Cara Pencegahannya